GEMADIKA.com – Imbas Kenaikan Bahan Pangan dan menurunnya pendapatan, jumlah kelas menengah di Indonesia terus menurun.

Fenomena ini mengakibatkan menurunnya penjualan motor/mobil, meningkatnya pekerja informal di Indonesia, hingga pesimisme mereka melihat ekonomi Indonesia.

Chatib Basri Ekonom senior yang juga merupakan mantan Menteri Keuangan tahun 2013-2014 mengungkapkan data Bank Dunia mengungkapkan pada 2018, kelas menengah sebesar 23% dari jumlah penduduk sedangkan 2019 tersisa 21% seiring membengkaknya kelompok kelas menengah bawah atau aspiring middle class (AMC) dari 47% menjadi 48%.

Dengan garis kemiskinan tahun 2024 sekitar Rp 550.000, Chatib menjelaskan mereka dengan pengeluaran Rp 1,9 juta-Rp 9,3 juta per bulan masuk kategori kelas menengah. AMC adalah kelompok pengeluaran Rp 825.000-Rp 1,9 juta. Adapun rentan miskin, kelompok dengan pengeluaran Rp 550.000-Rp 825.000 per bulan.

Data Mandiri Spending Index (MSI) yang menunjukkan porsi pengeluaran untuk groceries atau bahan makanan meningkat dari 13,9% pada Januari 2023 menjadi 27,4% dari total pengeluaran pada Juli 2024. Besarnya porsi pengeluaran salah satunya karena lonjakan harga bahan pangan.

Baca juga :  Olahraga Berlebihan Bisa Sebabkan Gangguan Tidur: Fakta dan Solusi

Chatib Basri menjelaskan data itu secara sederhana dapat dipahami bahwa ketika pendapatan masyarakat turun, mereka akan tetap mempertahankan konsumsi kebutuhan pokoknya, seperti makanan. Jika pendapatan menurun, sedangkan konsumsi makanan tetap, maka porsi konsumsi makanan dalam total pengeluarannya akan meningkat.

Dalam setahun terakhir, harga beras sudah melesat 20% dan menembus rekor tertinggi pada Maret 2024. Data Pusat Informasi Harga Pangan Strategis Nasional (PIHPSN) rata-rata harga beras bulanan pada Januari 2023 dibanderol Rp 12.650/kg sementara pada Juni 2024 sudah mencapai Rp 15.350/kg.

Kenaikan harga beras tentu saja membebani rumah tangga Indonesia karena beras menjadi salah satu pengeluaran terbesar bagi kelompok miskin ataupun menengah.

Badan Pusat Statistik (BPS) mengungkapkan inflasi harga beras tembus 13,76% (yoy) pada Agustus 2023. Inflasi ini adalah yang tertinggi sejak Juni 2012 atau lebih dari 10 tahun. Menurut data BPS, pada Juni 2012, inflasi harga beras saat itu mencapai 16,22%.

Data BPS menunjukkan jumlah pengangguran di Indonesia sempat melonjak 2,67 juta menjadi 9,77 juta (7,07%) per Agustus 2020 dari 7,1 juta orang (5,35) per Agustus 2019 atau sebelum pandemi.

Baca juga :  Komdigi Ajak Masyarakat, Perangi Judol Gelar Fun Run di Akhir Tahun 2024

PHK ini membuat masyarakat kemudian beralih dari pekerja formal ke informal. Data BPS menunjukkan proporsi pekerja informal Indonesia saat ini tercatat 59,17%, melesat dibandingkan per Agustus 2019 yakni 55,88%.

Banyaknya pekerja informal menunjukkan tidak bisanya terserap oleh lapangan kerja. Pekerja informal ini menjadi rentan karena mereka tidak memiliki besaran penghasilan yang pasti, banyak yang tidak dilindungi oleh asuransi, dan akan kesulitan mencari akses keuangan untuk modal ataupun mengajukan kredit lainnya.

Indikator lain yang menunjukkan tekanan pada kelas menengah adalah melandainya kredit penjualan mobil sementara penjualan motor naik. Ada peralihan pilihan kendaraan yang masyarakat Indonesia pilih karena terbatasnya pendapatan.

Data Mandiri Spending Index menunjukkan fenomena makan tabungan (mantab) sangat terasa di kalangan menengah bawah.

Tingkat belanja untuk kelompok bawah cenderung mengalami kenaikan. Di saat yang bersamaan tabungan mereka terkikis. Kondisi ini mencerminkan penggunaan tabungan sebagai bantalan konsumsi mereka. (Reza Ori)