BANTUL, GEMADIKA.com – Peristiwa tragis pembakaran rumah wartawan Tribrata TV, Sempurna Pasaribu, yang tewas bersama anggota keluarganya, telah mengguncang perhatian masyarakat Indonesia dan insan pers. Kejadian ini menyoroti kembali pentingnya peran masyarakat dalam mendesak pemerintah untuk menyelesaikan kasus keji ini agar tidak terulang terhadap pekerja pers yang menjalankan tugas kontrol sosial dan profesi jurnalistik.
Kisah pembakaran rumah wartawan hingga tewas bersama keluarganya harus diungkap hingga tuntas. Kejadian serupa yang menimpa seorang wartawan di Kabupaten Bantul pada Jumat, 16 Agustus 1996, membuka luka lama bagi insan pers di Indonesia. Kejadian ini menunjukkan bahwa kemerdekaan pers dan perlindungan terhadap wartawan masih sangat rentan. Padahal, tindak kekerasan terhadap pers adalah pelanggaran hukum dalam UU No. 40 Tahun 1999 tentang Kebebasan Pers.
Gerak cepat aparat penegak hukum Sumatra Utara dalam menangani kasus ini patut diapresiasi. Namun, perhatian utama masih tertuju pada kasus pembunuhan wartawan harian Bernas Yogyakarta, Muhamad Syafrudin (Udin), yang dibunuh oleh orang tak dikenal. Kasus ini, yang sudah berusia 28 tahun sejak 1996, hingga kini belum menemukan pelaku utamanya.
Penganiayaan terhadap wartawan Udin dapat dikenakan pasal 351 ayat 3 KUHP: “Jika mengakibatkan mati, diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun.” Penanganan hukum kasus Udin juga bertentangan dengan asas keadilan, karena pihak kepolisian tidak memberikan kepastian hukum terhadap kasus ini.
Nyawa yang menjadi pertaruhan dalam profesi jurnalistik memerlukan peran serta Komisi Nasional Hak Asasi Manusia dalam menangani segala bentuk kejahatan kemanusiaan yang terjadi. (Edy)
Tinggalkan Balasan Batalkan balasan