GEMADIKA.com – Dilansir dari berbagai media, cerita babat Ponorogo dimulai dari tempat yang bernama Wengker. Kerajaan makhluk halus ini dipimpin oleh sepasang raja dan ratu bernama Darmawati dan Marmawati (dengan leluhurnya Prabu Boko). Kuatnya benteng pertahanan Wengker juga berkat adanya tiga Resi bersaudara yaitu Raden Mas Jin Jami Jaya (Penguasa gunung Semeru), Raden Panji Nilosuwarno (Penguasa sumur Jolotundo, Blitar) dan Ki Gedug Padang Ati (Penguasa gunung Probolinggo).
Suatu ketika, ketiga Resi itu diperintahkan Raja Wengker untuk memperluas wilayah kekuasaan. Kesempatan ituh yang ditunggu-tunggu mereka karena sedari dulu mereka kurang senang dengan pemerintahan Darmawati dan Marmawati. Mereka pun meninggalkan Wengker hingga suatu saat sampailah mereka ditempat yang lapang dengan padang ilalang disekelilingnya. Ketiga pengembara ini kemudian menghentikan perjalanannya dan beristirahat, tempat itu kemudian disebut Bantar Angin.
Disinilah mereka bertempat tinggal dan mendirikan padepokan. Cerita diteruskan dengan munculnya seorang pengembara bernama Raden Panji Kelana (putra raja Kahuripan/Jenggala) di Bantar Angin. Panji Kelana kemudian berguru kepada ketiga Resi pemimpin padepokan itu. Singkat cerita, padepokan itu mengalami pergantian kekuasaan. Ketiga resi merasa sudah terlalu tua untuk memimpin BantarAngin hingga tampuk kekuasaannya diserahkan kepada Panji Kelana.
Di sebuah tempat dikaki Gunung Lawu, Panji Kelana bertemu dengan Joko Pujang. Putra raja Kediri. Tabiat Joko Pujang yang tinggi hati memicu perkelahian antara keduanya. Adu kekuatan itu kemudian dimenangkan oleh Panji Kelana. Ketika Panji hendak membunuh Joko Pujang, muncullah seorang Brahmana (pertapa tua) penghuni Gunung Lawu yang melarang Panji Kelana. Dialah Kanjeng Sunan Lawu. Akhirnya kedua pemuda itu diangkat menjadi murid Sunan Lawu. Karena ketekunan kedua muridnya, Sunan Lawu memberikan aji kesaktian kepada mereka. Raden Panji Kelana mendapat Topeng Kencana dan Pecut Samandiman. Sedangkan Joko Pujang mendapat Topeng Kesaktian dan Aji Landak Putih.
Selanjutnya, Panji Kelana memerintah kerajaan Bantar Angin dengan gelar Raden Panji Kelana Siswa Handana (sering diucapkan menjadi Raden Panji Kelono Sewandono). Kelana artinya suka berkelana, Siswa artinya murid, sedangkan Handana berarti pemberani. Yang akhirnya dijuluki Kelana Sewandana. Joko Pujang sendiri akhirnya mengabdi kepada Raden Kelana Sewandana dan bergelar Joko Pujang Anung. Joko Pujang berarti masih muda, dan Anung artinya agul-agul (prajurit) kerajaan. Joko Pujang Anung (kerap disebut Pujang Ganong) akhirnya menjadi patih kerajaan Bantar Angin.
Dari cerita itulah, di wilayah Seboto ds. Somoroto ditemukan batu bata dengan ukuran yang besar-besar yang menjadi pusat kerajaan Bantar Angin. (Reza Ori)