BANTEN, GEMADIKA.com – Badak Jawa atau dalam dunia biologi diberi nama Rhinoceros sondaicus merupakan salah satu jenis satwa liar yang menjadi prioritas konservasi spesies. Badak Jawa merupakan satu dari dua jenis badak yang habitatnya hanya di Indonesia, dengan sebaran populasi saat ini hanya terbatas di semenanjung barat daya Pulau Jawa, di kawasan Taman Nasional Ujung Kulon (TNUK).
Badak bercula satu ini juga merupakan satu dari hanya lima spesies Badak yang tersisa di seluruh dunia saat ini, dan merupakan salah satu jenis mamalia besar paling jarang populasinya di dunia.
Berdasarkan Red List Data Book Persatuan Internasional untuk Konservasi Alam (IUCN), Badak Jawa berstatus Critically Endangered dan hal tersebut dikarenakan oleh sebaran populasi yang sempit, jumlah populasi yang kecil, serta tingkat risiko terhadap habitat dan populasinya.
Hal ini menjadi perhatian khusus bagi pemerintah dalam hal ini. Tetapi, ada banyak kendala yang dihadapi Balai TNUK dalam mengelola konservasi Badak Jawa karena masih minimnya penelitian ilmiah yang mempelajari seluruh aspek dari perilaku Badak Jawa.
Perilaku Badak Jawa yang belum teridentifikasi detail, membuat habituasi dan pengelolaan konservasinya cukup sulit.
Satwa ini memiliki sifat pemalu dan sensitif, sehingga sedikit gangguan saja bisa membuat badak ini terganggu.
Kondisi tersebut menjadi tantangan tersendiri bagi para pelaku konservasi dalam menjaga habitat dan populasi Badak Jawa.
Dua haplotype yang berbeda terpisah secara geografis di dalam habitat. Dengan demikian, perkawinan sedarah sangat mungkin terjadi dan menjadi kendala yang cukup rumit. Perkawinan sedarah pada populasi berpotensi menurunkan kualitas keturunan makhluk hidup. oleh karenanya perlu intervensi manusia dalam upaya meminimalkan dampak dari risiko tersebut.
Selain persoalan dari individu badak itu sendiri, kendala soal tumbuhan pakan Badak Jawa juga dihadapi TNUK. Keberadaan tumbuhan Langkap mengganggu pertumbuhan tumbuhan pakan badak. Berbagai upaya telah dilakukan untuk membasmi tumbuhan Langkap ini, tetapi masih belum menemukan solusi yang tepat karena pertumbuhan Langkap sangat cepat. (Reza Ori)