CIREBON, GEMADIKA.com – Ritual sumpah pocong yang dilakukan oleh Saka Tatal pada 9 Agustus 2024 di Padepokan Agung Amparan Jati, Cirebon, mengundang perdebatan panas di kalangan masyarakat dan budayawan. Saka Tatal, mantan terpidana kasus pembunuhan Vina dan Muhammad Rizky (Eky), melaksanakan ritual ini untuk membuktikan ketidakbersalahannya.
Sumpah Pocong: Ritual atau Tradisi?
Sumpah pocong, yang melibatkan pelaku dibungkus kain kafan dan mengucapkan sumpah, adalah tradisi yang umum di beberapa daerah di Indonesia. Raden Gilap Sugiono, pimpinan Padepokan Agung Amparan Jati, menyebutkan bahwa ritual ini merupakan cara untuk mencari keadilan.
“Yang meminta melakukan sumpah pocong di sini banyak. Kalau menurut saya hal sumpah pocong ini tidak ada yang terkhusus dan tidak ada yang teristimewa. Karena kita di sini sudah biasa melaksanakan,” kata Raden Gilap Sugiono
Saka Tatal dalam sumpah pocongnya menegaskan bahwa ia tidak terlibat dalam kematian Vina dan Eky, serta mengklaim bahwa ia adalah korban salah tangkap oleh Iptu Rudiana.
“Apabila saya berdusta dalam sumpah pocong ini, maka saya siap diazab oleh Allah dengan azab yang teramat pedih sesegera mungkin baik di dunia maupun di akhirat.Allahu Akbar, Allahu Akbar,“ teriak Saka Tatal.
Pandangan MUI dan Kontroversi Kehadiran Rudiana
Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jawa Barat menilai sumpah pocong bukan bagian dari ajaran Islam, melainkan tradisi masyarakat. Ketua MUI Jabar Bidang Hukum, Iman Setiawan Latief, menekankan bahwa sumpah hanya sah jika dilakukan atas nama Allah SWT dan dalam kasus mendesak.
Saka Tatal juga mengundang Iptu Rudiana untuk hadir dalam ritual tersebut, namun Rudiana, Kapolres Kapetakan, Cirebon, tidak datang. Kuasa hukum Saka Tatal, Farhat Abbas, menilai ketidakhadiran Rudiana karena alasan yang tidak relevan dengan kasus.
“Rudiana menolak hadir karena hanya ingin melakukan sumpah pocong jika sumpah tersebut adalah sumpah bahwa korban meninggal dalam peristiwa Jembatan Talun, 27 Agustus 2016, itu adalah Eki, anaknya,” kata Farhat Abbas.
Penutup
Ritual sumpah pocong Saka Tatal menggambarkan ketegangan antara tradisi dan hukum modern dalam mencari keadilan. Proses hukum kasus Vina Cirebon terus berjalan, meski ritual ini menambah kompleksitas perdebatan yang ada. (MonD)