KENDAL, GEMADIKA.com – Sosok Ketua Bawaslu mejadi pembicaraan publik akhir – akhir ini, yang akan menentukan arah atas kasus sengketa pendaftaran bakal calon Bupati Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Kabupaten Kendal 2024.
Kasus sengketa ini melibatkan Pasangan Dico Ganinduto dan Ali Nurudin sebagai Bakal Calon Bupati dan Wakil Bupati Kabupaten Kendal yang nantinya akan diusung Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) dengan Komisi Pemilihan Umum (KPU) merupakan pihak yang menolak berkas pendaftarannya.
Seperti diketahui bahwa Ketua Bawaslu Kendal Hevy Indah Oktaria menyampaikan bahwa pihaknya sudah menjadwalkan untuk memberikan keputusan atas kasus sengketa tersebut pada Sabtu (14/9/2024) mendatang.
Masyarakat berharap agar Hevy dapat menjaga independensinya dalam memutuskan sengketa permasalahan pendaftaran bakal calon Bupati Kendal 2024-2029, Dico Ganinduto dan Ali Nurudin.
Hevy Indah Oktaria merupakan wanita kelahiran 9 Oktober 1982 yang merupakan lulusan FEB Undip angkatan 2000.
Ia mempunyai suami yang bernama Sonakha Yuda Laksono, seorang anggota Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Jawa Tengah.
Dari laporan yang disampaikan melalui LHKPN, Hevy diketahui memiliki harta senilai Rp86.511.612.
Hartanya terdiri dari sebuah motor sport Kawasaki senilai Rp33.000.000, kemudian ada kendaraan mobil Grand Livina keluaran tahun 2007.
Namun, hingga saat ini LHKPN milik suaminya belum ditemukan, sehingga dugaan kuat bahwa Sonakha Yuda Laksono belum melaporkan hartanya.
Menanggapi hal ini pengamat Kebijakan Publik Yanuar Wijanarko mengatakan bahwa sebaiknya sebagai pejabat publik, anggota KPID wajib untuk patuh dan tertib menyampaikan LHKPN.
“Pelaporan harta kekayaan LHKPN itu perlu dilakukan bagi seluruh pejabat publik tak terkecuali pejabat di KPID Jateng. Sebab sudah ada dasar hukumnya bahwa kewajiban penyelenggara negara melaporkan kekayaan tertuang dalam UU Nomor 28 Tahun 1999. Pasal 5 UU tersebut menyebutkan sejumlah kewajiban penyelenggara negara, di antaranya “bersedia diperiksa kekayaannya sebelum, selama, dan setelah menjabat”; serta “melaporkan dan mengumumkan kekayaan sebelum dan setelah menjabat,” kata Yanuar di Jakarta, Kamis (12/9/2024).
Tak hanya melapor, lanjutnya, para Penyelenggara Negara dan Wajib Lapor untuk melaporkan LHKPN periodiknya secara jujur, seperti yang terjadi dalam kasus pegawai Kemenkeu, Rafael Alun.
“Pengungkapan kasus Rafael Alun itu bermula dari pemeriksaan LHKPN yang tak sesuai dengan profil Penyelenggara Negara. Jadi tak hanya menggugurkan kewajiban melapor tapi apa yang dilaporkan harus jujur. Untuk itu peran masyarakat menjadi penting dalam pengawasan LHKPN sebagai instrumen awal transparansi kepemilikan harta seorang penyelenggara negara, untuk mencegah terjadinya potensi tindak pidana korupsi,” pungkasnya. (Tim)