DELI SERDANG, GEMADIKA.com – Proyek pembangunan Bendungan Daerah Irigasi Serdang (DIS) yang menelan biaya lebih dari Rp234 miliar kini menjadi sorotan. Ketua LSM LIPAN, Pantas Tarigan menyatakan keheranannya terkait dugaan bahwa bendungan yang dibangun di Kecamatan Beringin, Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara, tersebut tidak berfungsi sebagaimana mestinya.

“Bendungan DIS seharusnya menjadi jantung irigasi bagi 4.276 hektar sawah di Kabupaten Deli Serdang, tetapi faktanya, bendungan itu tidak mampu memenuhi kebutuhan air bagi petani,” ujar Pantas Tarigan dalam keterangannya kepada media, Rabu (16/10/2024).

Proyek bendungan yang dibangun menggunakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) ini dimulai pada tahun 2018, dengan peletakan batu pertama pada 1 November 2018 oleh Kepala Balai Wilayah Sungai Sumatera II (BWSS II), Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR). Bendungan ini dirancang untuk mengairi lahan sawah yang tersebar di kedua sisi irigasi, yaitu 1.032 hektar di sisi kiri dan 3.244 hektar di sisi kanan, serta mendukung intensitas tanam hingga 300 persen.

Pantas Tarigan juga mengatakan bahwa manfaat dibangunnya bendungan DIS, merupakan dalam upaya mendukung program pemerintah membangun jaringan irigasi baru seluas satu juta hektar,serta meningkatkan produksi padi di Kabupaten Deliserdang yang merupakan salah satu lumbung padi di Provinsi Sumatera Utara.

Diharapkan dengan dibangunnya bendungan DIS, dapat mengairi areal seluas 4.276 hektar (1.032 hektar kiri dan 3.244 hektar kanan) dan dapat mencapai intensitas tanam 300 persen.

Namun, alih-alih menjadi solusi bagi ribuan kepala keluarga yang menggantungkan hidup dari persawahan mereka, bendungan tersebut justru diduga gagal menjalankan fungsinya. Berdasarkan informasi dari BWSS II, proyek ini dikerjakan oleh kontraktor Adhi-Minarto KSO, dengan supervisi dari KSO PT Mettana dan PT Esconsoil Ensan. Total nilai kontrak proyek tersebut mencapai Rp234.232.887.900 dengan masa kerja selama 36 bulan.

“Proyek ini memang besar, tetapi jika tidak berfungsi optimal, dampaknya sangat serius bagi para petani yang bergantung pada aliran irigasi ini,” tutup Pantas Tarigan, menyoroti kekhawatiran atas nasib para petani di wilayah tersebut. (Wagiono Ardiansyah)