PALEMBANG, GEMADIKA.com — Massa dari Serikat LSM Anti Korupsi Sumsel menggelar aksi di Kantor Walikota Palembang. Mereka menuntut kepada Pj. Walikota Palembang, Dr. Ucok Abdurauf Damenta, agar segera mencabut reklame, shalter, baliho, dan spanduk yang dipasang tanpa izin di zona hijau di simpang empat Polda Sumsel. Selain itu, mereka meminta agar proyek pembangunan tanggul anak sungai di Kecamatan Ilir Barat I, Kelurahan Siring Agung, RT 02 RW 09, yang diduga tidak sesuai spesifikasi, tidak dibayar. Jum’at, 11/10/2024.

Dalam aksi tersebut, Andi Cempako menyatakan bahwa pemasangan reklame, shalter, dan baliho di area jembatan flyover simpang empat Polda Sumsel tidak diperbolehkan karena itu merupakan zona hijau. “Siapa pun yang terlibat dalam pemberian izin harus dimintai pertanggungjawaban,” tegasnya.

Menurut Andi, untuk pemanfaatan Ruang Milik Jalan (RUMIJA) Nasional, izin harus diperoleh dari Kementerian PUPR dan Kementerian Keuangan melalui Balai Besar Pelaksana Jalan Nasional. Jika izin dari Menteri PUPR dan Menteri Keuangan sudah ada, barulah reklame, shalter, baliho, dan spanduk bisa dipasang. Selain itu, pajak yang dikenakan juga harus masuk ke kas negara, bukan untuk keuntungan pribadi atau kelompok.

Andi juga meminta agar Pj. Walikota Palembang, Dr. Ucok Abdurauf Damenta, segera memanggil ASN yang terlibat dalam pemberian izin tersebut. Dia menegaskan bahwa ASN yang menyalahgunakan wewenang demi keuntungan pribadi harus diberi sanksi tegas, termasuk pencopotan dan pemberhentian, bahkan diproses hukum.

Tuntutan kedua disampaikan oleh Merendo, Koordinator Lapangan II, terkait proyek yang diduga dikerjakan asal-asalan di Dinas PU BM dan Tata Ruang Kota Palembang. Mereka meminta agar proyek tersebut tidak dibayar karena banyak pelanggaran, termasuk tidak adanya papan plang proyek.

Salah satu contoh yang dikemukakan adalah proyek pembangunan tanggul anak sungai di Kecamatan Ilir Barat I, Kelurahan Siring Agung, RT 02 RW 09. Berdasarkan investigasi, proyek senilai Rp600 juta tersebut diduga tidak sesuai dengan spesifikasi teknis.

Berikut beberapa temuan di lapangan:
1. Papan plang proyek tidak ditemukan di lokasi.
2. Pekerjaan tidak sesuai dengan RAB dan BQ.
3. Pemasangan pondasi batu kali yang seharusnya menggunakan metode curucup gelam tidak dilaksanakan dengan benar, melainkan asal ditancapkan.
4. Anggaran diduga dimark-up, dengan panjang tanggul 60 meter, tinggi 200 cm, dan lebar tapakan atas 60 cm. Pekerjaan ini diperkirakan hanya memakan biaya Rp220 juta, menyisakan sekitar Rp370 juta dari anggaran yang tersedia.
5. Diduga ada praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat, di mana proyek tersebut diduga dimiliki oleh oknum ASN Dinas PU BM dan Tata Ruang Kota Palembang, sehingga tender hanya formalitas.

“Kami meminta agar Pj. Walikota Palembang tidak membayar proyek tersebut. Jika tetap dibayarkan, maka itu akan menjadi indikasi bahwa Pj. Walikota tidak mendukung pemberantasan korupsi,” ujar Merendo.

Perwakilan Pemkot Palembang, Staf Ahli Bidang Hukum, Darmadi, menemui para demonstran dan menyampaikan bahwa pihaknya akan meninjau kebenaran dari tuntutan tersebut. “Jika memang proyek tersebut bermasalah, kami tidak akan membayarnya,” ungkap Darmadi.

“Kami juga akan segera mencabut reklame, shalter, dan baliho yang terpasang di zona hijau yang tidak diperbolehkan dan tidak diizinkan oleh Kementerian PUPR melalui Balai Besar Pelaksana Jalan Nasional Wilayah Sumatra untuk pemanfaatan Ruang Milik Jalan (RUMIJA) Nasional,” ujarnya di hadapan massa. (Naslim)