NGANJUK, GEMADIKA.com – Seorang santri berusia 12 tahun bernama Muhammad Kafabihi Maulana (MKM) menjadi korban kekerasan di Pondok Pesantren Fathul Mubtadi’in, Kecamatan Prambon, Kabupaten Nganjuk. Kasus ini mencuat setelah korban mengalami luka serius yang membutuhkan penanganan medis intensif.

Peristiwa penganiayaan terjadi pada Kamis, 14 November 2024, sekitar pukul 18.30 WIB di dalam kamar pondok pesantren. Pelaku yang diduga adalah teman sekamar korban, berinisial AF, kini telah diserahkan oleh pihak pondok pesantren ke Polres Nganjuk untuk proses hukum lebih lanjut.

Awalnya, korban hanya mengeluh pusing dan sempat didiagnosa sakit tipes. Namun, kondisinya terus memburuk, hingga akhirnya korban mengaku menjadi korban kekerasan oleh rekan sesama santri. MKM kemudian dirujuk ke RS Muhammadiyah Ahmad Dahlan Kediri untuk menjalani operasi kepala, dengan laporan bahwa tubuh bagian kiri korban mengalami kelumpuhan.

Baca juga :  Modernisasi Layanan Adminduk: 222 Petugas Desa di Nagan Raya Dibekali Pelatihan Digital PRG

Kasat Reskrim Polres Nganjuk, AKP Julkifli Sinaga, menjelaskan bahwa kasus ini akan ditangani dengan memperhatikan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (SPPA), mengingat status pelaku masih di bawah umur.

Pihak kepolisian akan menempuh jalur diversi, yang merupakan pengalihan penyelesaian perkara anak dari proses peradilan pidana ke proses di luar peradilan pidana. Hal ini dimungkinkan jika kedua belah pihak—keluarga korban dan keluarga terduga—bersepakat untuk berdamai.

Baca juga :  Viral! Ribuan Anggota Komunitas CB Padati Indomaret Nganjuk, Manajemen Bantah Rugi Rp 4 Juta

Julkifli menegaskan, “Arahnya (penanganan dugaan kasus penganiayaan) bakal diversi.” Namun, berdasarkan keterangan saksi, luka serius di kepala korban ternyata tidak sepenuhnya disebabkan oleh penganiayaan AF. Menurutnya, AF hanya melakukan penganiayaan ringan.

Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Polres Nganjuk telah memeriksa sejumlah saksi, termasuk keluarga, teman sekamar korban, dan pihak pondok pesantren. Bukti medis juga telah dikumpulkan untuk mendukung penyelidikan.

“Kami mengimbau pelaku untuk segera menyerahkan diri dan menghadapi proses hukum. Hal ini penting untuk memberikan keadilan bagi korban dan keluarga,” tegas Julkifli.