SUMATERA UTARA, GEMADIKA.com – Istilah “No Viral, No Justice” atau “Tanpa Viral, Tanpa Keadilan” belakangan ini semakin populer. Frasa ini menggambarkan kekecewaan publik terhadap aparat penegak hukum (APH) yang dinilai hanya bertindak cepat apabila suatu kasus telah viral di media sosial.
Fenomena ini menjadi sorotan sebagai kritik terhadap penegakan hukum yang dinilai tidak konsisten dan sering kali tebang pilih. Harapannya, kasus-kasus hukum yang viral dapat mendorong penegakan hukum yang lebih adil dan transparan. Namun, prinsip tersebut tampaknya tidak berlaku bagi laporan dugaan korupsi di RSUD Pancur Batu, yang hingga kini belum mendapat penanganan serius dari Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara (Kejatisu).
Laporan Tak Diproses Meski Sudah Viral
Sejak 4 September 2024, laporan pengaduan masyarakat atas nama Ismail Efendi terkait dugaan praktik korupsi di RSUD Pancur Batu telah dilayangkan ke Kejatisu. Meski laporan tersebut telah menjadi viral di berbagai media online dan platform media sosial seperti TikTok, Kejatisu diduga masih belum mengambil langkah konkret untuk menindaklanjuti kasus tersebut. Hal ini memunculkan dugaan bahwa Kejatisu “tutup mata” terhadap dugaan praktik korupsi tersebut.
Menurut salah satu Tokoh Masyarakat Pengurus IPK Kec. Pancur Batu yang bernama Alfin mengatakan “bentuk kekecewaan nya terhadap Kinerja Kejatisu, menurutnya apakah sesusah itu mencari keadilan? Alfin mengatakan dia yakin diduga sudah banyak Kongkalikong antara Pihak RSUD Pancur Batu dengan Pihak Kejaksaan tinggi sumatera Utara, di sini juga di duga kuat terindikasi adanya SUAP,” ungkapnya.
Upaya wartawan untuk mengonfirmasi dugaan tersebut melalui beberapa pihak Kejatisu tidak membuahkan hasil. Pesan WhatsApp yang dikirimkan kepada Kasi Pidum dengan nomor +62 812 6903 XXXX, serta kepada Ekmon di nomor +62 822 7798 XXXX, tidak mendapatkan balasan. Hotline Kejatisu di nomor +62 812 7790 XXXX juga hanya centang satu, menandakan pesan tidak terkirim atau tidak dibaca.
Publik berharap Kejatisu dapat segera memberikan penjelasan terkait lambannya penanganan kasus ini. Penegakan hukum yang adil dan transparan merupakan tuntutan masyarakat, terlebih kasus ini telah menjadi perhatian luas di media sosial. Fenomena “No Viral, No Justice” seharusnya menjadi pengingat bahwa penegakan hukum tidak boleh bergantung pada popularitas suatu kasus di dunia maya. (Rahmad P. Ritonga)
Tinggalkan Balasan Batalkan balasan