ACEH, GEMADIKA.com – Solidaritas Mahasiswa untuk Rakyat (SMUR) merupakan organisasi yang di tandai dengan Tragedi Pante Perak pada 18 Maret 1998, aksi berdarah yang di ikuti puluhan ribu mahasiswa dan mendapatkan perlawanan dari pihak bersenjata memukul mundur massa aksi sehingga banyak korban berjatuhan dari massa aksi mahasiswa.

Awal tahun 2025, masyarakat dan mahasiswa dikejutkan oleh Komisi I DPR RI bersama pemerintah melakukan pembahasan Revisi UU TNI yang tergesa-gesa dan sarat akan kepentingan, hal ini menjadi indikasi awal dari kembalinya dwi fungsi militer ala Orde Baru.

Revisi Undang Undang TNI mengkhianati Reformasi dan bertentangan dengan prinsip-prinsip demokrasi. Keterlibatan militer dalam kehidupan sosial politik yang semakin mendalam berpotensi menjadi alat kekuasaan rezim untuk pembenaran setiap kebijakan yang akan dibuat pemerintah.

Ketua Komite Pimpinan Wilayah Solidaritas Mahasiswa Untuk Rakyat (KPW-SMUR) Aceh Barat, Sari Ramadana mengecam, kembalinya militer ke ranah sipil merupakan kemunduran bagi demokrasi, militer yang berpolitik praktis akan menghancurkan tatanan negara, dan mencederai cita-cita reformasi 27 tahun silam.

Seharusnya pemerintah merevisi UU Nomor 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer untuk mengakhiri ketidakadilan dan kultur impunitas. Reformasi peradilan militer adalah mandat konstitusional untuk menegakan prinsip persamaan di hadapan hukum (equality before the law).

Negara lalai dalam menyelesaikan pelanggaran HAM baik masa lalu maupun pelanggaran HAM sekarang. bahkan sampai dengan hari ini negara tidak melakukan pengungkapan kebenaran dan negara juga tidak melakukan pemulihan terhadap korban secara maksimal.

Berdasarkan dari hal tersebut Solidaritas Mahasiswa untuk Rakyat (SMUR), menuntut :

1. Menolak RUU TNI maupun DIM RUU TNI yang disampaikan pemerintah ke DPR karena mengandung pasal-pasal bermasalah dan berpotensi mengembalikan Dwi Fungsi TNI dan Militerisme di Indonesia.
2. Usut tuntas kasus pelanggaran HAM masa lalu serta adili pelaku pelanggaran HAM dan melakukan pemulihan hak korban secara maksimal.
3. Meningkatkan kualitas pendidikan dengan pemerataan tenaga pendidik dan fasilitas pendidikan di desa-desa terpencil.
4. Meningkatkan kualitas pelayanan dan fasilitas kesehatan.
5. Mengecam represifitas TNI/POLRI di Tanah Papua.
6. Nasionalisasi sumberdaya alam dan industri
7. Kenaikan upah minimum sesuai KHL (Kebutuhan Hidup Layak ). (Rahmat P Ritonga)