BANDA ACEH, GEMADIKA.com – Kelangkaan bahan bakar minyak (BBM) dan rumitnya sistem barcode di Aceh mendorong Serikat Aksi Peduli Aceh (SAPA) untuk mendesak Gubernur Aceh menghadirkan Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) dari perusahaan asing. Langkah ini dianggap sebagai solusi strategis untuk mengatasi berbagai permasalahan distribusi BBM yang telah lama dikeluhkan masyarakat Aceh.

Ketua SAPA, Fauzan Adami, dengan tegas menyatakan bahwa monopoli pasar BBM di Aceh sudah saatnya diakhiri, sehingga masyarakat memiliki lebih banyak pilihan dan mendapatkan layanan yang lebih berkualitas.

“Kami mendesak Gubernur untuk mengundang SPBU asing agar dapat beroperasi di Aceh. Selama ini, masyarakat hanya memiliki satu pilihan, yaitu Pertamina, yang sering kali menimbulkan berbagai persoalan, seperti antrean panjang, kelangkaan, hingga kebijakan barcode yang menyulitkan warga. Dengan adanya kompetitor, diharapkan harga lebih kompetitif dan kualitas layanan meningkat,” ujar Fauzan, Minggu (9/3/2025).

Fauzan mengungkapkan bahwa berbagai daerah lain di Indonesia telah menikmati kehadiran SPBU asing seperti Shell, BP, dan Vivo yang memberikan alternatif pilihan bagi masyarakat. Menurutnya, Aceh seharusnya tidak tertinggal dan juga berhak mendapatkan pilihan serupa dalam penyediaan BBM.

“Ini bukan soal menyaingi Pertamina, tetapi lebih kepada kepentingan masyarakat. Dengan adanya alternatif SPBU, maka pelayanan akan lebih baik, distribusi BBM lebih merata, dan masyarakat bisa memilih sesuai kebutuhan mereka,” tambahnya.

SAPA berharap Pemerintah Aceh segera mengambil langkah konkret untuk merealisasikan inisiatif ini. Fauzan menekankan bahwa kebijakan energi yang lebih terbuka akan memberikan dampak positif bagi perekonomian daerah dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan.

“Kita tidak bisa terus membiarkan monopoli merugikan masyarakat. Jika Aceh ingin maju, maka sektor energi juga harus mengalami reformasi dengan menghadirkan lebih banyak pilihan dan kompetisi sehat dalam distribusi BBM,” pungkasnya. (Rahmat P Ritonga)