BANYUWANGI, GEMADIKA.com – Tak banyak yang tahu, nama “Banyuwangi” ternyata menyimpan kisah tragis penuh makna yang berasal dari legenda cinta dan kesetiaan seorang wanita bernama Sri Tanjung. Cerita ini telah hidup turun-temurun di masyarakat Banyuwangi, dan menjadi salah satu warisan budaya yang sarat nilai moral.
Pada zaman dahulu, wilayah yang kini dikenal sebagai Kabupaten Banyuwangi dipimpin oleh seorang raja bernama Prabu Sulahkromo. Di bawah kepemimpinannya, ia dibantu oleh seorang patih setia bernama Sidopekso. Patih ini memiliki seorang istri yang sangat cantik dan memesona, bernama Sri Tanjung.
Namun, kecantikan Sri Tanjung justru menjadi awal mula dari tragedi. Prabu Sulahkromo jatuh hati pada istri patihnya sendiri. Hasrat terlarang itu membuat sang raja menyusun siasat licik dengan memberikan tugas berat kepada Patih Sidopekso, agar ia jauh dari istana untuk sementara waktu.
Dalam kesempatan itu, Prabu Sulahkromo mencoba merayu Sri Tanjung. Namun, rayuannya ditolak mentah-mentah. Sri Tanjung tetap teguh menjaga kesetiaannya kepada sang suami, meskipun godaan datang dari seorang raja.

Ketika Patih Sidopekso kembali dari tugasnya, ia disambut dengan fitnah kejam. Prabu Sulahkromo memutarbalikkan fakta dan menuduh Sri Tanjung telah menggoda dirinya. Terbakar oleh amarah dan rasa kecewa, Patih Sidopekso tanpa berpikir panjang mempercayai tuduhan tersebut.
Dalam kondisi hati yang panas dan emosi yang tak terkendali, Patih Sidopekso menyeret Sri Tanjung ke tepi sebuah sungai yang saat itu dikenal keruh dan kotor. Di sanalah, Sri Tanjung memberikan pesan terakhir kepada suaminya.
“Jika darahku mengalir dan air sungai ini berbau busuk, maka benar aku bersalah. Tapi jika air sungai menjadi harum, maka aku tidak bersalah.”

Tanpa menunggu lebih lama, Patih Sidopekso menikam dada istrinya dengan keris. Jasad Sri Tanjung lalu diceburkan ke sungai sebagaimana pesannya. Namun sebuah keajaiban terjadi—air sungai yang tadinya keruh berubah menjadi jernih dan mengeluarkan aroma harum.
Menyaksikan keajaiban itu, Patih Sidopekso dilanda penyesalan mendalam. Ia menyadari bahwa Sri Tanjung tidak bersalah dan selama ini ia telah dibutakan oleh kebohongan. Legenda ini kemudian menjadi dasar penamaan wilayah tersebut sebagai Banyuwangi, yang berasal dari kata “Banyu” (air) dan “Wangi” (harum).
Legenda ini bukan sekadar kisah lama. Ia adalah cermin dari nilai luhur tentang kesetiaan, pengkhianatan, hingga penyesalan yang mendalam yang hingga kini masih hidup dalam budaya dan hati masyarakat Banyuwangi.
Tinggalkan Balasan Batalkan balasan