PEMALANG, GEMADIKA.com – Momen Idul Fitri yang seharusnya menjadi waktu bermaaf-maafan dan memperkuat ikatan keluarga justru menjadi titik kritis bagi ratusan rumah tangga di Kabupaten Pemalang, Jawa Tengah. Hanya dalam empat hari kerja pasca Lebaran 2025, Pengadilan Agama (PA) Kelas IA Pemalang telah menerima 132 permohonan perceraian, dengan mayoritas pemohon adalah para istri.

Humas PA Kelas IA Pemalang, Sobirin, mengungkapkan bahwa dari total 132 perkara yang masuk sejak 8 April hingga 11 April 2025, sebanyak 96 perkara atau 72 persen merupakan gugatan cerai dari pihak istri (cerai gugat), sementara 36 perkara atau 28 persen adalah permohonan cerai dari pihak suami (cerai talak).

“Mulai tanggal 8, 9, 10, dan 11 (April) ini masuk 132 perkara. Ini pun didominasi pihak istri, cerai gugat ada 96, dan pihak suami atau cerai talak 36 perkara,” terang Sobirin saat ditemui di Kantor PA Kelas IA Pemalang, Selasa (15/4/2025).

Krisis Ekonomi Jadi Pemicu Utama

Sobirin menjelaskan bahwa faktor ekonomi menjadi penyebab dominan pengajuan perceraian. Sebagian besar istri menggugat cerai karena suami tidak memberikan nafkah bahkan menelantarkan istri dan anak-anak mereka.

“Diperparah lagi saat Ramadan dimana kebutuhan keluarga sangat banyak, suami tidak mempedulikan, tidak memenuhi kebutuhan tersebut,” ungkap Sobirin.

Di sisi lain, pihak suami merasa sudah tidak mampu memenuhi tuntutan nafkah dari istri meskipun telah berusaha maksimal. Kondisi ekonomi yang semakin sulit membuat banyak kepala keluarga kesulitan memenuhi kebutuhan yang meningkat selama Ramadan dan Lebaran.

Usia Produktif Dominasi Angka Perceraian

Fakta mencengangkan lainnya adalah mayoritas pemohon perceraian berada pada usia produktif. “Rata-rata pemohon perceraian itu usia 37 sampai 45 tahun,” imbuh Sobirin.

Tingginya angka perceraian di Kabupaten Pemalang sudah menjadi tren yang mengkhawatirkan. Tercatat sejak Januari hingga awal April 2025, sudah ada 974 permohonan perceraian yang diajukan ke Pengadilan Agama Pemalang Kelas IA. Situasi ini melanjutkan tren tahun 2024, di mana lebih dari 4.000 kasus perceraian terjadi di kabupaten ini.

Upaya Menekan Angka Perceraian

Menghadapi tingginya angka perceraian, PA Pemalang terus melakukan edukasi kepada masyarakat tentang pentingnya memahami hak dan kewajiban dalam pernikahan.

“Kami tidak henti-hentinya menyampaikan kepada masyarakat supaya memahami hak dan kewajiban suami-istri secara utuh. Artinya yang menjadi kewajiban suami adalah hak istri, dan kewajiban istri adalah hak suami,” terangnya.

Sobirin berharap, dengan pemahaman yang baik tentang hak dan kewajiban dalam berumah tangga, masyarakat Pemalang bisa menciptakan keluarga yang harmonis dan langgeng, sehingga angka perceraian di kabupaten ini bisa ditekan. (Redjo)