PASURUAN, GEMADIKA.com – Jika umumnya masjid identik dengan kubah dan menara tinggi menjulang dengan dominasi warna netral, berbeda halnya dengan Masjid Cheng Hoo di Pasuruan. Berlokasi strategis dekat terminal Pandaan, masjid ini tampil memukau dengan warna dan ornamen khas budaya Tionghoa yang menarik perhatian pengunjung dari berbagai daerah.
Keunikan Arsitektur yang Menakjubkan
Masjid Cheng Hoo hadir dengan ciri khas yang begitu unik. Nuansa merah mendominasi bangunan, dipadu dengan berbagai ornamen khas seperti aksen naga, lampion, dan ukiran Tionghoa yang menjadi simbol nyata perpaduan antara budaya Islam dan Tionghoa.
Arsitektur bangunannya terinspirasi dari desain kelenteng dengan atap bertingkat mirip pagoda, namun tetap mempertahankan elemen-elemen Islam yang sakral.
Tak hanya warna merah yang menghiasi masjid ini, terdapat pula warna hijau sebagai dasar genteng dan kuning keemasan untuk ukiran di dinding serta tulisan nama masjid. Perpaduan warna ini semakin memperkuat kesan eksotis dari bangunan yang menjadi lambang toleransi antarumat beragama di Pasuruan.
Sejarah Panjang di Balik Nama Cheng Hoo
Nama Cheng Hoo berasal dari kata Cheng Hoo yang merujuk pada keturunan etnis (suku) Hul dari Xi Yu (Bukhara di Asia Tengah, kini termasuk Provinsi Xinjiang). Suku ini secara turun-temurun menganut agama Islam dan kemudian berpindah ke Kunming, Provinsi Yunnan, Tiongkok Barat Daya.
Menurut kisah sejarah, salah satu nenek moyang Cheng Hoo adalah Zaidinayeh Syamsuddin, seorang raja di Xian-Yeng, Provinsi Yunnan. Cheng Hoo memiliki garis keturunan Muslim yang kuat, dengan kakeknya bernama Bay An dan neneknya bernama Medina. Sementara ayahnya, Myrikin, telah menunaikan ibadah haji ke Tanah Suci Mekah sehingga dipanggil Me Hashi (Haji) dan dikenal sebagai sosok yang baik serta dermawan.
Laksamana Cheng Hoo (Zheng He) dalam perjalanannya mengunjungi banyak negara di Asia dan Afrika, termasuk Kerajaan Majapahit di Jawa, bekas Kerajaan Samboja di Palembang, dan Kesultanan Samudera Pasai di Aceh. Semarang dan Surabaya menjadi dua pelabuhan terpenting yang sering dikunjunginya.
Dilansir dari ikom.fisipol.unesa.ac.id, Buya Haji Hamka, ulama besar dan cendekiawan Islam Indonesia terkemuka, pernah menulis pada tahun 1961: “Seorang Muslim dari China yang amat erat kaitannya dengan kemajuan dan perkembangan agama Islam di Indonesia dan Melayu adalah Laksamana Cheng Hoo (Zheng He).”
Pembangunan Masjid Cheng Hoo Pandaan
Untuk mengenang perjalanan bersejarah Laksamana Cheng Hoo sebagai pelaut hebat, utusan perdamaian, dan seorang muslim yang taat, umat muslim di Surabaya membangun Masjid Laksamana Cheng Hoo di pusat Kota Surabaya. Masjid ini menjadi masjid pertama di dunia yang diberi nama Cheng Hoo, menjadi kebanggaan dan rasa syukur bagi umat muslim di Indonesia.
Menyusul hal tersebut, pada tahun 2004, Masjid Cheng Hoo Pandaan dibangun oleh Bupati Pasuruan, Jusbakir Al-Jufri, dengan berkonsultasi pada komunitas Persatuan Islam Tionghoa Indonesia (PITI). Masjid ini kemudian diresmikan pada 27 Januari 2008. Pembangunan masjid ini bertujuan untuk mengenang jasa Laksamana Cheng Hoo dalam menyebarkan agama Islam di Indonesia.
Lebih dari Sekadar Tempat Ibadah
Masjid Cheng Hoo tidak hanya berfungsi sebagai tempat beribadah tetapi juga menjadi destinasi wisata religi yang selalu ramai pengunjung. Lokasinya yang strategis, fasilitas yang lengkap, suasana yang khas sebagai ikon wisata religi, hingga daya tarik budayanya menjadikan tempat ini tidak pernah sepi dari pengunjung.
“Bangunan Masjid Cheng Hoo itu sangat luar biasa, meskipun terdapat kultur China-Tionghoa tetapi kita harus tetap teguh dengan iman, karena orang di luar sana banyak yang memandang akulturasi budaya ini tidak baik, namun yang penting niat kita adalah untuk beribadah,” ujar Abdul, pengunjung dari Mojokerto.
Ilmiyah, pengunjung dari Probolinggo yang datang bersama suami dan anaknya mengungkapkan kekagumannya. Menurutnya, ia dibuat takjub untuk pertama kalinya ketika berkunjung ke masjid ini karena keindahan arsitektur serta keunikan masjid yang menunjukkan percampuran dua kebudayaan yang berbeda.
Fasilitas Pendukung yang Memadai
Di belakang masjid terdapat puluhan UMKM yang menjual berbagai macam makanan ringan, makanan berat, hingga oleh-oleh khas. Pengunjung dapat menikmati kuliner atau membeli buah tangan sambil menunggu waktu shalat dengan harga yang relatif terjangkau.
Halaman masjid yang luas dilapisi dengan keramik kasar, dan pada malam hari, lampu-lampu terutama lampion yang menghiasi bagian depan masjid semakin memperjelas akulturasi budaya yang ada samapi budaya Arab, China, dan Jawa—sekaligus menjadi lambang toleransi antarumat beragama di Pasuruan.
Masjid Cheng Hoo Pandaan menjadi bukti nyata bahwa perbedaan budaya bukan penghalang untuk membangun tempat ibadah yang indah dan bermakna. Akulturasi budaya yang terjadi justru menciptakan keunikan tersendiri yang patut untuk diapresiasi dan dijadikan pembelajaran tentang keberagaman dan toleransi di Indonesia. (Redjo)
Tinggalkan Balasan Batalkan balasan