GEMADIKA.com – Di era digital seperti sekarang ini, platform media sosial dan situs berbagi video seolah telah menjadi perpustakaan raksasa yang menyimpan beragam pengetahuan dari seluruh dunia. Ilmu tersedia dalam berbagai bentuk: artikel, video edukatif, e-book, bahkan forum diskusi.

Namun, sebuah fenomena unik justru menjadi sorotan. Alih-alih mengakses informasi dan ilmu pengetahuan, sebagian besar pengguna justru lebih tertarik membuka konten hiburan yang viral—dari gosip artis terbaru hingga video prank yang menguras air mata.

“Platform digital itu ibarat perpustakaan raksasa, isinya ilmu semua. Tapi entah kenapa, yang dibuka justru rak khusus: Gosip Artis Terbaru dan prank bikin nangis, ilmu lewat. Tontonan receh disambut meriah. Ya gimana? Kalau setiap buka sosmed malah belajar cara pura-pura kerasukan.”

Baca juga :  Lebaran Bersama Presiden: Prabowo Subianto Ajak Jurnalis untuk Wawancara Eksklusif

Pernyataan tersebut mencerminkan keresahan sekaligus kritik sosial terhadap perilaku konsumsi konten masyarakat saat ini. Banyak yang mengabaikan potensi edukatif platform digital, dan lebih memilih konsumsi hiburan instan yang bersifat viral, meski tak mendidik.

Fenomena ini juga mengindikasikan adanya perubahan pola konsumsi informasi. Di tengah gempuran algoritma media sosial yang cenderung menampilkan konten berdasarkan popularitas, bukan kualitas, pengguna pun terbawa arus.

Sosiolog dan pakar media digital menyebutkan bahwa hal ini tak sepenuhnya salah pengguna.

“Algoritma memang dibuat untuk mempertahankan atensi. Semakin banyak yang menonton konten ringan dan hiburan, maka jenis konten itulah yang akan terus muncul di beranda,” ujar salah satu pengamat media digital.

Baca juga :  Manfaat Luar Biasa Buah Kesemek Untuk Kesehatan Tubuh

Fenomena ini menjadi tantangan besar, terutama bagi generasi muda. Di satu sisi, mereka dikelilingi akses tak terbatas ke sumber ilmu. Di sisi lain, perhatian mereka teralihkan ke konten yang justru menjauhkan dari esensi edukasi.

Perlu adanya kesadaran kolektif dan literasi digital yang lebih kuat agar pengguna bisa lebih bijak memilih dan memilah konten. Platform digital seharusnya bisa menjadi ruang pembelajaran, bukan sekadar arena hiburan tanpa makna.