GROBOGAN, GEMADIKA.com – Program ketahanan pangan nasional di sektor buah-buahan menuai hasil positif di Desa Plosoharjo, Kecamatan Toroh, Kabupaten Grobogan, Senin (14/04/2025).
Melalui teknologi screen house, petani setempat berhasil membudidayakan melon premium dengan hasil panen mencapai lebih dari satu ton pada masa tanam pertama.
Keberhasilan ini menjadi bukti nyata bagaimana modernisasi pertanian dapat meningkatkan produktivitas dan kualitas hasil pertanian di Indonesia.
Dalam kunjungan tim Media Gemadika ke lokasi screen house, Kepala Desa Plosoharjo, Suwoto, menjelaskan perjalanan program ini dengan antusias.
“Pada kesempatan yang baik ini kami mencoba selama beberapa bulan ini kita mencoba menanam melon lewat teknologi screen house. Dari pertama kali kami menanam screen house untuk tanaman pertama ini hasilnya kelihatannya bagus, sehingga pada kesempatan yang baik ini kami ingin sekali mengembangkan teknologi ini dan kemudian kami akan menghasilkan yang lebih baik. Ternyata penanaman pertama ini kami sangat puas, sehingga kedepan kami ingin lebih bagus lagi sehingga bisa ditiru oleh masyarakat,” ungkap Suwoto saat diwawancarai.
Produktivitas Mengesankan dari Lahan Terbatas

Screen house yang hanya berukuran sekitar 300 meter persegi ini mampu menghasilkan panen yang sangat menggembirakan. Setiap tanaman melon rata-rata menghasilkan satu buah dengan berat antara 1,5 hingga 2 kilogram. Khusus untuk varietas Melon Sweet Net, beratnya bahkan bisa mencapai 3 kilogram per buah.
“Setiap pohon itu rata-rata 1 atau 2 (buah) tapi kebanyakan 1. Setiap buah rata-rata minimal 1 setengah sampai 2 kg, kalau yang jenis ini (Melon Sweet Net) malah lebih, ada yang 3kg ada yang 2kg sehingga diperkirakan panen hari ini 1 ton pasti lebih, 1 ton sampai 1 setengah ton pasti dapat,” jelas Suwoto.
Tiga varietas melon yang dibudidayakan di screen house ini adalah Melon Sweet Net, Melon Rio, dan Melon Inthanon. Ketiganya termasuk dalam kategori melon premium dengan harga jual yang sangat menguntungkan.

Permintaan Pasar yang Menjanjikan
Saat ditanya mengenai harga jual, Suwoto menjelaskan bahwa melon yang dihasilkan sudah masuk kategori premium dengan harga jual yang sangat menjanjikan.
“Ini kelasnya sudah premium, ini yang (Melon Sweet Net) yang bagus itu kita (jual) sekilo itu 30rb, 30rb itu ya karna kita pertama itu 30rb, padahal ini 35rb bisa laku. Kita cuman panen ini sekitar 400 butir itu dalam waktu 3 hari/4 hari ludes dan permintaannya banyak,” jelas Suwoto dengan bangga.
Dukungan Pemerintah dalam Ketahanan Pangan
Program screen house ini merupakan bagian dari inisiatif Departemen Pertanian yang menyediakan fasilitas screen house di setiap kecamatan. Menurut Suwoto, terdapat 19 screen house yang tersebar di 19 kecamatan, dan Plosoharjo menjadi salah satu penerima bantuan tersebut.
“Program screen house ini adalah bantuan dari departemen pertanian. Di setiap kecamatan itu ada 1, dari 19 kecamatan itu ada 19 screen house seperti ini dan Plosoharjo salah satu dari screen house yang ada. Dan terus kita mendapatkan bantuan bentuk gedung atau tempat ini kemudian sampai panen. Nah kemudian sampai panen, nah kemudian baru tahap berikutnya kita belajar menghidupi dan kemudian berkembang,” jelas Suwoto.
Ia menambahkan bahwa program ini sejalan dengan visi pemerintah dalam memperkuat ketahanan pangan nasional, khususnya di sektor buah-buahan.
“Kedepan harapannya negara dengan sistem pemerintah hari ini, ketahanan pangan ini salah satu dari program pemerintah mengamankan ketahanan pangan khususnya dari sektor buah,” tambahnya.
Tantangan dan Pembelajaran dalam Budidaya Melon

Maryoto, pengelola langsung screen house di lapangan, mengakui bahwa ini merupakan pengalaman pertamanya dalam membudidayakan melon dengan teknologi screen house. Meskipun menghadapi berbagai tantangan, ia berhasil mengatasi kendala-kendala tersebut dengan pendampingan jarak jauh dan semangat belajar yang tinggi.
“Ya sebenarnya karena saya pribadi masih awam baru pertama kali ini, karena kita juga butuh pendamping dari jarak jauh kita online. Menurut saya lumayan ribet juga, ribetnya gini ketika perawatan kecil itu banyak yang terserang keriting. Ternyata keriting itu ketika dipelihara jadi malah ga tumbuh lagi, itu kendala salah satu,” ungkap Maryoto.
Ia juga menjelaskan tentang kendala serangan hama: “Kemudian perawatan setelah pindah tanam itu banyak kendalanya yaitu kutu-kutuan sama seperti kutu. Kemarin diamati dari mana datangnya, ternyata itu screen house kita itu engga begitu rapat karna dinding sama atapnya itu ada space untuk masuknya serangga itu.”
Teknik Budidaya dan Perawatan

Menurut Maryoto, proses budidaya melon di screen house memerlukan waktu sekitar 60-65 hari hingga masa panen. “Ini butuh waktu 65 hari sudah mulai panen. Jenis ini (Sweet Net) justru lebih tepat di usia 60 hari setelah tanam sudah mulai panen,” jelasnya.
Untuk media tanam, mereka menggunakan cocopeat atau serabut kelapa yang disediakan sebagai bagian dari paket bantuan. Sistem irigasi tetes (drip) diatur untuk menyiram tanaman secara otomatis enam kali sehari.
“Selang drip ini untuk penyiraman, penyiraman di kita ini diatur 6 kali dalam 1 hari, jadi dari mulai jam 6, jam 9, jam 11, jam 1, jam 3, sama jam 5. Itu per sekali siram 200 ml per polybag, dalam 1 menit ini mesin bisa mengeluarkan 50ml,” jelas Maryoto mendetail.
Capaian Produksi dan Pasar
Hingga saat wawancara dilakukan, Maryoto mengungkapkan bahwa untuk varietas Sweet Net saja sudah tercatat produksi mencapai 4 kuintal. Saat ini, penjualan masih dilakukan untuk konsumen lokal di sekitar desa, namun mendapat sambutan yang sangat baik.
“Untuk Sweet Net ini sudah tercatat masuk ke 4 kuintalan. Iya alhamdulillah ini sudah sukses menurut saya dibanding dengan yang lain,” ungkap Maryoto.
Kesimpulan
Keberhasilan budidaya melon di screen house Desa Plosoharjo membuktikan bahwa dengan teknologi tepat guna, pendampingan yang baik, dan semangat belajar yang tinggi, pertanian Indonesia dapat menghasilkan produk berkualitas premium.
Program ini tidak hanya meningkatkan pendapatan petani, tetapi juga mendukung ketahanan pangan nasional di sektor buah-buahan.
Suwoto dan Maryoto berharap keberhasilan ini dapat menginspirasi masyarakat luas, terutama para petani, untuk mengadopsi teknologi modern dalam budidaya tanaman. (Tim Redaksi)