BLITRA, GEMADIKA.com – Aksi solidaritas Hakim Indonesia dalam memperjuangkan hak kesejahteraan mereka bergema di seluruh pengadilan negeri di Nusantara, termasuk Pengadilan Negeri (PN) Blitar. Para hakim di PN Blitar melakukan cuti massal yang berdampak pada penundaan persidangan selama lima hari, terhitung sejak 4 hingga 11 Oktober 2023. Meski tidak bertepatan dengan hari libur nasional, kantor PN Blitar terlihat sepi.
Beberapa hakim masih hadir di kantor, namun sidang-sidang perkara perdata dan pidana yang biasanya bisa mencapai puluhan kasus setiap hari, ditunda. Berdasarkan pantauan Jawa Pos Radar Penataran pada Rabu (9/10) pagi, ruang tunggu di PN Blitar tampak lengang. Dua ruang sidang utama juga tidak beroperasi karena tidak ada jadwal persidangan.
“Kami di PN Blitar tidak menjalankan persidangan selama satu minggu. Penundaan ini dilakukan kecuali untuk kasus yang membutuhkan perhatian khusus, seperti masa penahanan yang akan habis, dan perkara praperadilan,” kata Humas PN Blitar, Muhammad Iqbal Hutabarat.
Ia menambahkan, PN Blitar memiliki 10 hakim, termasuk ketua dan wakil ketua, yang telah absen sejak Jumat pekan lalu. Meski begitu, beberapa hakim tetap berada di kantor untuk berjaga-jaga jika ada sidang mendesak. Sebelum melakukan aksi penundaan ini, PN Blitar sudah berkoordinasi dengan Kejaksaan dan Lapas Blitar.
Walaupun beberapa sidang tertunda, Iqbal memastikan hal ini tidak menimbulkan kebingungan bagi masyarakat yang sedang mencari keadilan. Pihak PN Blitar telah memberi tahu para saksi dan masyarakat terkait penundaan tersebut.
Menurut Iqbal, pada hari-hari biasa, PN Blitar dapat menangani hingga 20 perkara pidana dan 10 perkara perdata setiap harinya. Ia menegaskan bahwa penundaan persidangan ini merupakan bentuk dukungan terhadap tuntutan rekan-rekan Solidaritas Hakim Indonesia, terutama terkait revisi PP Nomor 94/2012. Aturan tersebut telah 12 tahun tidak mengalami perubahan, terutama dalam hal gaji pokok dan tunjangan kinerja.
“Tuntutan kami bukan hanya soal kesejahteraan, tapi juga integritas. Beban tugas seorang hakim sangat besar, ditambah godaan dari luar yang bisa mengganggu proses pengambilan keputusan yang adil. Dengan peningkatan kesejahteraan, kualitas integritas hakim dalam bersidang juga akan meningkat,” tegas Iqbal.
Meskipun Iqbal tidak menyatakan bahwa semua hakim saat ini berada dalam kondisi yang kurang sejahtera, ia menekankan bahwa kesejahteraan yang layak adalah hak para hakim. Jika tuntutan ini terpenuhi, hal tersebut akan menjadi bentuk apresiasi negara terhadap peran penting hakim dalam menjaga keadilan di Indonesia.
“Apa yang diperjuangkan oleh Solidaritas Hakim Indonesia dengan semangat tinggi ini, kami harap dapat segera terwujud. Aksi ini murni demi menjaga integritas para hakim,” tutupnya. (Mnztd)