GEMADIKA.com – Rumah Joglo adalah rumah adat dari Jawa Tengah yang pada umumnya dibangun dengan menggunakan kayu jati. Ciri khas rumah Joglo dapat dikenali pada atapnya yang berbentuk tajug atau semacam atap piramida yang mengerucut. Istilah Joglo sendiri berasal dari kata “tajug” dan “loro” yang disingkat juglo dan memiliki makna penggabungan dua tajug.
Dalam perkembangannya, penyebutan juglo berubah menjadi joglo. Berikut ini sejarah rumah adat Joglo dan filosofinya. Sejarah Rumah Joglo Rumah Joglo merupakan sebuah simbol yang menunjukkan status sosial masyarakat Jawa zaman dulu. Maka tidak heran apabila zaman dulu hanya raja, bangsawan, dan orang kaya yang mampu membangun rumah Joglo.
Bagian-bagian rumah Joglo Rumah Joglo pada umumnya terdiri dari tiga bagian, yaitu pendapa (bagian depan), pringgitan (bagian tengah), dan dalem (ruang utama). Setiap bagian dari rumah Joglo memiliki prinsip hierarki atau tingkatan dalam struktur rumah yang unik. Prinsip tersebut berupa bagian depan rumah yang memiliki sifat umum, sedangkan bagian belakang memiliki sifat yang khusus. Oleh karena itu, akses untuk masuk ke bagian belakang rumah hanya diberikan kepada orang-orang tertentu.
Selain itu, rumah Joglo juga memiliki empat tiang penyangga atau soko guru di tengahnya yang berukuran lebih tinggi dan digunakan untuk menopang atap. Makna soko guru rumah adat Joglo adalah gambaran kekuatan dari empat penjuru mata angin. Oleh karena itu, masyarakat meyakini bahwa berlindung di rumah Joglo dapat menghindarkan mereka ketika bencana datang. Sedangkan tajug bagi masyarakat Jawa diibaratkan sebagai bentuk gunung.
Pringgitan setelah pendapa, tedapat bagian pringgitan atau bagian tengah yang terletak antara pendapa dan rumah dalam (omah njero). Pada bagian pringgitan ini biasanya berupa lorong yang digunakan untuk jalan masuk. Selain itu, lorong ini digunakan untuk menggelar pertunjukan wayang kulit atau kesenian lainnya. Penampilan dari pringgitan seperti serambi berbentuk tiga persegi dan menghadap ke arah pendapa.
Dalem atau ruang utama Pada bagian utama rumah, terdapat kamar-kamar yang disebut senthong. Senthong terdiri dari tiga bilik saja. Kamar pertama untuk laki-laki dan kamar kedua untuk perempuan. Sedangkan kamar ketiga dikosongkan karena untuk menyimpan pusaka serta tempat pemujaan kepada Dewi Sri atau Dewi Padi. Kamar kosong tersebut disebut dengan krobongan dan dianggap sebagai tempat paling sakral di dalam rumah.
Rumah Joglo menjadi simbol keanggunan budaya Jawa, mencerminkan hierarki sosial dan kekuatan alam. Dari pendapa yang mewakili kehormatan hingga pringgitan yang ramai dengan kegiatan budaya, serta dalem yang menyimpan nilai-nilai spiritual, rumah Joglo mengajarkan kebijaksanaan dan kekayaan budaya yang tak ternilai. (Reza Ori)