GEMADIKA.com – Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Diktisaintek), Satryo Brodjonegoro, enggan memberikan tanggapan terkait kasus dugaan percetakan uang palsu di Kampus Universitas Islam Negeri (UIN) Alauddin, Makassar.

Kasus ini menjadi sorotan karena tidak hanya terjadi di dalam lingkungan kampus, tetapi juga diduga melibatkan pejabat dan pegawai universitas. Menanggapi hal tersebut, Satryo menyerahkan penanganan sepenuhnya kepada rektor kampus terkait.

“Itu urusan rektor masing-masing,” ujar Satryo saat ditemui di Kantor Kementerian Diktisaintek, Jakarta, Senin (16/12/2024).

Namun, saat ditanya lebih lanjut mengenai komunikasi dengan pihak rektor UIN Alauddin, Satryo memilih untuk tidak memberikan komentar tambahan.

Baca juga :  Sego Sambal Tempong, Nikmatnya Cita Rasa Pedas Khas Banyuwangi

Sebelumnya, seorang dosen aktif UIN Alauddin Makassar, Sulawesi Selatan, diduga terlibat dalam pembuatan dan pengedaran uang palsu hingga mencapai miliaran rupiah. Identitas dosen tersebut saat ini masih dirahasiakan oleh pihak kepolisian.

Menurut informasi yang beredar, dosen yang diduga merupakan Kepala Perpustakaan UIN tersebut menggunakan sebuah ruangan tersembunyi di Kampus II UIN Alauddin di Kabupaten Gowa sebagai lokasi percetakan uang palsu.

Rektor UIN Alauddin, Profesor Hamdan Jumhannis, melalui Humas universitas, Andi Jamaluddin, menyatakan bahwa pihaknya tidak ingin dikaitkan dengan pemberitaan tersebut. “Pelaku yang ditangkap polisi itu murni oknum,” tegas Andi Jamaluddin.

Baca juga :  Resep Brongkos Daging Sapi, Khas Yogyakarta

Hamdan juga menyebutkan bahwa informasi yang beredar di media sejauh ini masih sebatas desas-desus. “Pihak UIN hingga kini belum menerima informasi resmi dari kepolisian,” tambahnya.

Sementara itu, polisi juga belum memberikan pernyataan resmi terkait detail kasus tersebut. UIN Alauddin mengaku masih menunggu informasi resmi dari pihak berwenang.

“Apabila terbukti ada pelanggaran hukum yang dilakukan oleh pegawai kami, kampus akan memberikan sanksi tegas,” pungkas Hamdan.