BANDA ACEH, GEMADIKA.com – Serikat Aksi Peduli Aceh (SAPA) melontarkan kritik tajam terhadap dua kebijakan yang dianggap berpotensi merusak semangat kekhususan Aceh sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Pemerintahan Aceh (UUPA).

Dua isu yang menjadi sorotan SAPA yakni rencana penambahan batalyon TNI di Aceh dan usulan perpanjangan masa jabatan keuchik menjadi delapan tahun.

Ketua SAPA, Fauzan Adami, menilai kebijakan tersebut bertentangan langsung dengan semangat UUPA, yang merupakan hasil dari kesepakatan damai antara Pemerintah Indonesia dan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) dalam perjanjian MoU Helsinki.

“Penambahan batalyon TNI dan perpanjangan masa jabatan keuchik menjadi delapan tahun bertentangan dengan semangat UUPA. Pemerintah Aceh bersama DPRA seharusnya menjadi garda terdepan dalam menjaga integritas hukum yang mengatur kekhususan Aceh,” ujar Fauzan, Jum’at (2/5/2025).

Menurut Fauzan, keberadaan pasukan tambahan TNI di Aceh seharusnya tidak dilakukan sepihak oleh pemerintah pusat. Ia merujuk pada Pasal 203 ayat (1) dan (5) UUPA, yang menegaskan bahwa setiap kebijakan pertahanan di wilayah Aceh harus dikonsultasikan secara resmi antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Aceh.

Baca juga :  Wapres Gibran Umumkan AI Masuk Kurikulum SD hingga SMK Mulai Tahun Ajaran Baru

“Situasi keamanan Aceh saat ini sangat kondusif. Penambahan batalyon justru bisa menimbulkan kegelisahan publik dan mencederai semangat perdamaian yang selama ini dijaga,” tambahnya.

Selain itu, SAPA juga menolak keras wacana perpanjangan masa jabatan keuchik dari enam menjadi delapan tahun. Menurut Fauzan, langkah tersebut justru berpotensi menggerus prinsip demokrasi yang sudah mulai tumbuh di tingkat gampong (desa) pasca-perdamaian.

“Jangan biarkan perpanjangan masa jabatan keuchik hingga delapan tahun. UUPA sudah memberikan pedoman yang cukup dalam tata kelola pemerintahan gampong yang harus dihargai dan dihormati,” tegas Fauzan.

Baca juga :  Ketua Komisi II DPRK Nagan Raya: "Said Muzhar Jangan Campuri Urusan Internal Kami"  Polemik Tambang PT. Mifa Bersaudara Memanas

Ia menambahkan bahwa UUPA bukan sekadar instrumen hukum, tetapi juga simbol komitmen terhadap keadilan, perdamaian, dan otonomi khusus Aceh yang tidak boleh dikompromikan.

“Jika aturan yang telah disepakati diabaikan, maka kita sedang membuka ruang bagi hilangnya kepercayaan publik. Ini sangat berbahaya bagi masa depan perdamaian di Aceh,” ujarnya dengan nada serius.

Untuk itu, SAPA mendesak agar Pemerintah Aceh dan Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) tidak tinggal diam menghadapi dinamika politik yang dinilai berpotensi melemahkan kekhususan Aceh. Mereka dituntut menunjukkan keberpihakan yang jelas kepada rakyat Aceh.

“Pemerintah Aceh dan DPRA harus menunjukkan integritas politik. Jangan kompromikan kekhususan yang telah diperjuangkan hanya karena kepentingan segelintir pihak,” pungkas Fauzan.(Rahmat P Ritonga)