JAKARTA, GEMADIKA.com – Candi Prambanan ternyata menyimpan kisah menarik di balik proses pembangunannya. Menurut penelitian terbaru dari Pusat Riset Manuskrip, Literatur, dan Tradisi Lisan, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), benda langit seperti matahari dan bulan memainkan peran kunci dalam penyusunan denah pembangunan candi ini.

“Matahari dan bulan itu memainkan peran penting dalam pembangunan mandalanya Candi Prambanan. Mandala ini semacam denah lantai, jadi sebelum bangun sebuah candi, ternyata orang-orang yang bangun candi bikin denahnya dulu,” ungkap Antonia Rahayu Rosaria Wibowo, peneliti dari BRIN, dalam sebuah diskusi daring yang digelar pada Jumat (19/10/2024).

Penelitian ini mengungkapkan bahwa masyarakat Jawa kuno memanfaatkan posisi matahari dan bulan sebagai pedoman dalam menyusun rancangan candi.

Baca juga :  Berjoget di Karaoke dengan Dana Desa: Mantan Kades di Brebes Habiskan Rp387 Juta untuk Foya-foya

“Ternyata, matahari dan bulan itu dijadikan rujukan dalam mengukur posisinya harus di sebelah mana,” tambah Antonia.

Studi ini juga menemukan bahwa terdapat 23 titik koordinat bulan dan lima titik koordinat matahari yang digunakan sebagai acuan dalam pembangunan Candi Prambanan. Hal ini menunjukkan betapa pentingnya pengamatan terhadap benda langit dalam menentukan perencanaan arsitektur candi.

Tempat Ibadah Sekaligus Observatorium

Tidak hanya sebagai tempat ibadah, Candi Prambanan juga difungsikan oleh masyarakat pada masa itu sebagai tempat untuk mengamati benda langit. Pengamatan ini menjadi pedoman waktu bagi masyarakat dalam menjalankan kegiatan sehari-hari.

“Masa lalu kan tidak ada jam seperti sekarang, jadi mereka menggunakan benda langit untuk menentukan kehidupan di bumi, salah satunya melalui situs ini,” jelas Antonia.

Baca juga :  Kabar Gembira! Kemensos Percepat Pencairan Bansos PKH dan BPNT Januari 2025, Simak Cara Cek Statusnya

Potensi Studi Arkeoastronomi di Indonesia

Lebih jauh lagi, Antonia menekankan pentingnya studi arkeoastronomi—ilmu yang mempelajari hubungan antara benda langit dengan kebudayaan masa lalu. Ia menyebutkan bahwa arkeoastronomi masih merupakan kajian baru di Indonesia, namun memiliki potensi besar.

“Saya percaya bahwa arkeoastronomi dapat memberikan kebaruan dalam memahami peninggalan masa lalu seperti candi, manuskrip, serta tradisi lisan terkait langit,” ujarnya.

Dengan kekayaan warisan budaya yang tersebar di seluruh Indonesia, Antonia yakin bahwa studi arkeoastronomi akan membuka wawasan baru dalam memahami bagaimana nenek moyang memaknai langit.

“Jika Indonesia dapat lebih mengembangkan studi arkeoastronomi, saya yakin kita dapat berperan lebih aktif di dunia internasional,” tegasnya. (MonD)