GEMADIKA.com – Keretek atau yang juga biasa disebut kretek adalah rokok asal Indonesia. Rokok ini terbuat dari tembakau dan cengkih yang dipadukan dengan saus perasa. Dalam sejarahnya, keretek telah berhasil memikat hati para pembelinya sejak dulu sampai sekarang. Asal-usul nama “Kretek” sendiri berasal dari bunyi rokok saat dihisap.
Sejarah keretek
Menurut kisah yang tumbuh di kalangan para pekerja pabrik rokok, sejarah keretek bermula dari penemuan Haji Djamari, seorang penduduk asli Kudus pada akhir abad ke-19. Awalnya, Haji Djamari merasakan sakit di bagian dada. Setelah itu, ia mengolesi dadanya yang sakit itu dengan minyak cengkih. Rupanya, olesan minyak cengkih itu berhasil membuat rasa sakitnya menghilang.
Djamari kemudian mulai bereksperimen merajang cengkih dan mencampurnya dengan tembakau untuk dilinting menjadi rokok. Pada zaman itu, melinting rokok sudah menjadi kebiasaan kaum pria. Djamari kemudian terus memodifikasi dengan memberi campuran cengkih. Setelah rutin menghisap rokok ciptaannya itu, Djamari mulai merasa sakit dadanya lama-lama menghilang.
Djamari pun memberitakan kabar ini kepada kerabat dekatnya. Hanya dalam waktu singkat, kabar baik itu berhasil tersebar luar hingga ke telinga masyarakat. Permintaan “rokok obat” ini pun berangsur-angsur mulai ramai. Dengan senang hati Djamari melayani satu per satu pesanan rokok cengkih buatannya itu. Karena sewaktu dihisap ada bunyi “keretek”, maka rokok temuan Djamari ini dikenal dengan nama rokok Keretek.
Perkembangan Keretek
Meskipun hanya dibungkus klobot atau daun jagung kering, rokok keretek ini telah berhasil memikat perhatian masyarakat setempat. Pada masa itu, rokok keretek dijual per ikat, di mana setiap ikatnya terdiri dari 10 keretek. Semakin lama rokok keretek semakin dikenal. Sepuluh tahun berselang, rokok Keretek ciptaan Djamari berhasil memikat Nitisemito, perintis industri rokok di Kudus. Nitisemito memulai bisnis rokoknya pada 1906. Hanya dalam kurun waktu dua tahun, bisnis rokok milik Nitisemito resmi terdaftar dengan merek Tjap Bal Tiga pada 1908.
Selama beroperasi, Nitisemito mampu membangun pabrik besar di atas lahan 6 hektare di Desa Jati, Kudus, Jawa Tengah. Pada zaman itu, sudah berdiri 12 perusahaan rokok besar, 16 perusahaan menengah, dan tujuh pabrik rokok kecil (gurem). Sejarah mencatat Nitisemito mampu mengelola 10.000 pekerja dan memproduksi 10 juta batang rokok per hari pada 1938. Lalu, untuk mengembangkan usahanya, Nitisemito menyewa tenaga pembukuan asal Belanda. (Reza Ori)