GEMADIKA.comSaren atau dideh, salah satu kuliner ekstrem khas Indonesia, kembali menjadi perbincangan di kalangan pecinta kuliner dan ahli kesehatan.

Makanan tradisional yang terbuat dari darah hewan ini memiliki sejarah panjang dalam budaya kuliner Indonesia, khususnya di masyarakat Jawa.

Apa Itu Saren?

Saren merupakan olahan darah hewan yang disembelih (umumnya sapi, kerbau, atau ayam) yang kemudian dibekukan melalui proses pengukusan atau pemasakan. Proses pembuatannya dimulai dengan menyaring darah hewan untuk menghilangkan bagian-bagian kasar, kemudian dikukus hingga mengeras.

Secara visual, saren memiliki kemiripan dengan hati sapi, namun dengan struktur yang lebih berongga. Teksturnya sangat lembut menyerupai tahu, sehingga mudah hancur saat diolah. Dari segi rasa, saren memiliki cita rasa yang mirip dengan hati dan tidak memiliki aroma amis.

“Untuk bisa menikmati saren dengan mengolahnya menjadi berbagai jenis makanan harus dimasak dengan hati-hati. Terpenting, saren harus dipastikan dalam keadaan matang sebelum disantap,” jelas seorang penggemar kuliner tradisional.

Baca juga :  65 Tahun PMII: Tonggak Sejarah Gerakan Mahasiswa Islam yang Terus Berkiprah untuk Indonesia

Variasi Penyajian

Saren dikenal memiliki fleksibilitas dalam pengolahan. Beberapa cara penyajian saren yang populer antara lain:

Selain itu, saren juga dapat diolah menjadi berbagai masakan lain sesuai dengan kreativitas pembuatnya, menjadikannya bahan yang cukup versatile dalam kuliner tradisional.

Kontroversi Kesehatan

Meskipun memiliki penggemar setia, saren tergolong makanan yang kontroversial dari segi kesehatan. Sebagian masyarakat Jawa mempercayai saren memiliki khasiat sebagai obat, khususnya untuk menambah tekanan darah bagi penderita darah rendah.

Namun, klaim ini bertentangan dengan fakta medis. Darah pada dasarnya berfungsi membawa residu dan zat yang tidak terpakai ke ginjal untuk dibuang dari tubuh. Meskipun darah juga mengandung nutrisi, kandungan zat beracun yang dibawa oleh darah jauh lebih tinggi.

“Pada kenyataannya, saren memang memiliki kandungan [nutrisi], tapi juga mengandung banyak sumber racun jika masuk ke tubuh kita,” kata pakar kesehatan.

Berdasarkan informasi dari Wikipedia, pemerintah telah melarang penjualan dideh karena tidak memenuhi syarat kesehatan. Ini menjadi peringatan penting bagi masyarakat untuk lebih selektif dalam memilih makanan, terutama yang diklaim sebagai obat tradisional.

Baca juga :  Jangan Goyah Hadapi Kritik AS, QRIS dan GPN adalah Simbol Kedaulatan Finansial Indonesia

Perspektif Agama

Selain permasalahan kesehatan, saren juga menimbulkan perdebatan dari sudut pandang agama. Dalam ajaran Islam, mengonsumsi darah dalam bentuk apapun diharamkan, sebagaimana tercantum dalam Al-Qur’an.

“Kalau dalam islam dideh ini sudah jelas-jelas diharamkan dan itu tercantum juga dalam qur’an bahwa memakan/meminum darah (sesuatu yang dari darah) itu haram hukumnya. Dalam islam kita diajarkan bahwa sesuatu yang diharamkan itu mempunyai mudharat atau kejelekan bagi tubuh dan jiwa kita,” ungkap seorang tokoh agama.

Kesimpulan

Saren, sebagai bagian dari kekayaan kuliner Indonesia, memperlihatkan bagaimana tradisi kuliner terkadang berbenturan dengan aspek kesehatan dan agama. Meskipun memiliki nilai historis dan budaya, konsumsi saren perlu dipertimbangkan dengan bijak mengingat risiko kesehatan yang mungkin ditimbulkan. (Redjo)