BURU, GEMADIKA.com – Polres Pulau Buru dinilai telah gagal menjalankan fungsinya sebagai lembaga penegak hukum yang independen. Menurut organisasi Revolusi Jalanan, institusi kepolisian ini kini justru terjerumus dalam praktik premanisme dan tidak lagi mampu menjaga ketertiban serta memberikan perlindungan yang semestinya kepada masyarakat.

Pada Sabtu, 7 Desember 2024, aksi demonstrasi yang dilakukan oleh masyarakat di Pulau Buru berujung pada kekerasan. Salah seorang anggota Polres Pulau Buru dilaporkan memukul peserta aksi, memicu kecaman luas. Aksi yang awalnya bertujuan untuk menyuarakan aspirasi masyarakat justru dibubarkan secara brutal oleh aparat kepolisian.

Revolusi Jalanan menilai kinerja Polres Pulau Buru sangat tidak konsisten dan mencoreng citra lembaga penegak hukum di daerah tersebut. Mereka menyatakan bahwa Polres Pulau Buru tidak lagi layak dianggap sebagai lembaga yang independen dalam menjaga hukum dan ketertiban.

Dalam pernyataan mereka, Revolusi Jalanan mendesak Kapolda Maluku untuk segera mengevaluasi kinerja Polres Pulau Buru. Organisasi ini juga meminta agar salah satu anggota yang terlibat dalam insiden kekerasan tersebut segera diberhentikan dari jabatannya. Menurut mereka, penegak hukum seharusnya menjadi garda terdepan dalam mewujudkan keadilan, kepastian hukum, dan kemanfaatan bagi masyarakat.

Fungsi penegakan hukum, lanjut mereka, adalah untuk menjaga stabilitas sosial, ketentraman masyarakat, serta memastikan pelaksanaan hukum yang adil dan tanpa diskriminasi. Mereka juga menekankan pentingnya pengawasan agar tidak terjadi pelanggaran yang merugikan masyarakat, serta pemulihan hukum terhadap mereka yang telah melanggar. (Kamel Jusmi)